Kisah Si “Penulis Pertama”

Martin Manullang
6 min readFeb 18, 2023

Sudah genap dua tahun aku tidak kembali ke home-base sejak bertolak ke Taipei di Februari 2021. Jalan Terusan Ryacudu sudah banyak berubah. Pun dengan orang-orangnya. Banyak wajah asing bagiku yang tak pernah kulihat sebelumnya. Menggunakan masker adalah jalan ninjaku untuk terlihat anonim diantara mereka. Maklum, kembali ke home-base tapi belum membawa gelar itu jadi beban moral, karena tujuanku kali ini memang untuk keperluan pengumpulan data.

Agaknya di tahun ke-6 sejak aku resmi menjadi dosen, sudah banyak mahasiswa yang kukenal sejak maba kini telah lulus. “Halo pak”, sapa seorang mahasiswa yang juga menjadi volunteer di kegiatan pengumpulan data-ku. “Halo juga, apa kabar? Kerja di mana sekarang” jawabku. “Di xxx pak”, menyebutkan salah satu startup company di Jakarta.

Aku ingat betul ketika ia maba dulu, aku pernah agak “ngegas” kepadanya di salah satu kelas mata kuliah “Algoritma Pemrograman 1”, mata kuliah dasar yang harusnya jadi the foundation of computer science. Kala itu ia tampak tidak dapat mengejar materi sehingga aku berinisiatif memberikan tutorial khusus dengannya dan beberapa mahasiswa lain di luar perkuliahan secara cuma-cuma. Setelahnya ku tahu, bahwa jangankan untuk pemrograman, memegang komputer pun ia baru. Ia tinggal di desa yang cukup tertinggal, bahkan email pun tak punya.

Setelah semua urusan beres dan sebagian besar teman sepermainan sudah kutemui, tibalah di malam terakhir sebelum bertolak ke Jakarta dan kembali ke negeri Formosa. “Bang, masih di lampung? Aku harus ketemu abang ini sebelum berangkat”, masuk sebuah whatsapp dari Jo, mahasiswa bimbinganku yang pertama, sekaligus rekanku bermusik bersama almarhum Pak Rektor.

Aku dan Jonathan, di kegiatan non-akademik

Ya, memang mahasiswa yang sudah “kelewat dekat” denganku, selulusnya mereka, malah memanggilku dengan “bang”. Apalagi beda umur kami tidaklah terpaut jauh. Buat yang pengin tahu wajah Jo yang lebih jelas, dapat melihatnya di web pribadi-ku, https://mctm.me lalu pilih menu “Former Supervised Student” dan scroll ke paling bawah. Aku selalu berusaha mencatat nama mereka, selain karena alasan supaya tetap bisa punya arsip, siapa tahu ada yang membutuhkan riset mereka.

Flashback beberapa jam sebelum pertemuan kami ini, dosen-dosen Prodi Informatika ITERA (IF) baru saja mengadakan rapat. Salah satu agenda yang dibahas adalah terkait authorship. Memang belakangan ini isu authorship menjadi sangat hangat di kalangan akademisi. Salah satunya perihal beberapa oknum dosen yang kerap dibahas di media, di luar sana, yang menggunakan riset mahasiswa sebagai publikasi mereka, tanpa izin, dan hanya memberikan kredit kepada mahasiswa berupa co-author, entah author ke-2 atau ke-3, dengan nama dosen tersebut sebagai author utama.

Terkait hal tersebut, mungkin akan dibahas pada post lain. Pada prinsipnya, publikasi jurnal ilmiah menganut prinsip-prinsip yang dimuat pada COPE, Commision on Publication Ethic. Organisasi terbesar yang membuat panduan dan etika publikasi. Hampir sebagian besar jurnal dan publisher di Indonesia juga menganut prinsip ini. Derivatifnya dituangkan dalam aturan penerbit masing-masing. Intinya, authorship ini adalah ranah etika (bukan hukum atau aturan). Silahkan di baca sendiri https://publicationethics.org/sites/default/files/COPE_DD_A4_Authorship_SEPT19_SCREEN_AW.pdf

Oke, kembali ke pertemuanku dengan Jonathan. Kami bertemu di lobby hotel karena malam itu aku cukup lelah dan besoknya harus melanjutkan perjalanan. Obrolan kami malam itu dibuka dengan hal yang tidak jauh-jauh dari authorship, lho kok nyambung dengan isu tadi sore di rapat pikirku. Obrolan kami ditemani es kopi susu dan sate madura yang kubeli disekitar hotel tempatku menginap.

“Bang, masih ingat dengan paper conference yang aku publish berdasarkan riset TA ku nggak?” tanya Jo padaku. “Masih lah, itu kan yang kita publish dari conference ICOSITER tahun 2019, kenapa Jo” sambutku.

“Gara-gara itulah sekarang aku dapat kerjaan yang lumayan. Sekarang aku jadi project manager di timnya Prof. Eko Supriyanto”. Aku tercengang, terdiam. Mahasiswa bimbinganku bekerja dengan salah satu Professor Biomedical Engineering yang kukagumi. Profesor hebat, lulusan eropa yang karirnya lebih banyak dihabiskan di Universitas-universitas eropa. “Kok bisa Jo” Tanyaku?

Tulisan Jo di Paper Proceedings ICOSITER 2019, Dipublish di IOP

Buat yang kepo dengan papernya, bisa cek di https://iopscience.iop.org/article/10.1088/1755-1315/537/1/012022/pdf

Singkat cerita, Prof Eko sendiri yang mengontak Jo melalui emailnya. Tidak lama berselang, Prof Eko menelepon Jonathan dan bertanya terkait paper yang kami publish bersama, “Kamu yang tulis? Darimana kamu dapat ide itu? Bisa kamu jelaskan idenya?”

Saat itu memang saya sedang getol-getolnya dengan 3-lead ECG dan pemanfaatannya untuk predictive and diagnostic, apalagi kalau bisa melibatkan machine learning. Sedikit banyak, saya menginfluence Jo untuk mengerjakan topik yang sama. Namun, hasil kerja itu 100% murni punya Jo, porsi saya hanya mensupervisi dan melakukan proofread.

Jo juga yang mempresentasikannya di konferensi internasional ICOSITER. Pun disitu ada nama Bu Masayu, sebagai pembimbing utama, karena saat itu saya belum punya jabatan fungsional dan tidak dapat membimbing secara administratif. Dari sejak dulu-pun, mahasiswaku selalu menjadi penulis pertama di berbagai kesempatan (Google Scholar-ku), bahkan salah satu karya mahasiswa yang kudaftarkan hak ciptanya di Dirjen HAKI, ia tetap menjadi nama pertama.

“Jadi apa yang kau kerjakan di sana Jo?” Tanyaku penasaran. Tidak membayangkan pekerjaan Jonathan sangat relevan dengan penelitiannya (dan sangat relevan denganku).

“Project sekarang membangun Rs. Kanker Dharmais Jakarta menjadi smart hospital bang”. Ah pikirku, segala sesuatu yang ditambahkan kata smart, biasanya hanya gimmick. “Masak sih Jo, apanya yang smart?” tanyaku.

Jo menceritakan panjang lebar. Sesekali menunjukkan spesifikasi alat, sistem dan rancangan yang ia lakukan. Bukan main-main memang proyek smart hospital ini, tidak hanya infrastruktur siber, tetapi juga fisik, utilitas, desain dan konstruksi, hingga machine learning, automasi, dan robotika. Cek beberapa artikel ini: link 1 , link 2

“Apalagi aku punya dasar scrum dan agile yang diajarkan Pak Hafiz dulu. Makanya dari technical writer, aku diminta jadi Project Manager sama Prof Eko. Sekarang timku malah isinya anak UGM, ITB, Unpad. Yakali bang, anak ITERA mimpin tim yang dibawahnya ada anak-anak dari universitas top”

Aku masih tidak percaya, setengah percaya, atau bahkan merasa amazed. Lalu Jo menunjukkan invitation meetingnya untuk beberapa hari kedepan. “Nih bang, besok harusnya aku ada meeting, bahas smart IVF”. “IVF, bayi tabung? tanyaku? In-Vitro Fertilization?”, tanyaku memastikan. “Iya bang.. Nih, beberapa konsepnya”.

“Ayolah bang, kita kerjain bareng untuk project selanjutnya. Entah kolaborasi dengan IF. Next project ada di RS Harapan Kita” tuturnya. Antara senang dan sedih mendengarnya, tugasku di BESTLab belum paripurna. Masih banyak yang harus kukejar. Semoga tawaran ini masih berlaku di tahun-tahun mendatang.

Aku dan Jonathan, di Lobby Hotel tempatku menginap

“Aku pengen orang-orang ini tahu, anak ITERA pun bukan kaleng-kaleng. Enggak ada yang tahu ITERA bang awalnya. Aku mau kedepannya orang enggak underestimate dengan ITERA.”

Hampir 6 jam kami mengobrol, hingga seluruh es di kopiku telah menjadi cair. Jo yang hari itu kutemui masih sama seperti Jo yang dulu. Tengil, apa adanya, jenaka. Tapi pendidikan setidaknya telah mengubahnya. Bukan karena almamaternya, tetapi karena ia sendiri. Dan kini ia berupaya menjadi etalase berjalan bagi almamaternya. Etalase berjalan adalah terms yang kupinjam dari salah satu dosen IF (AIQ) untuk menggambarkan bahwa memang alumni adalah etalase berjalan bagi almamaternya.

“Kalau waktu itu abang gak nyuruh aku ikut conference, dan aku enggak jadi penulis pertama, enggak bakal aku dihubungi Prof. Eko, bang”

Authorship memang ranah etika yang abu-abu dan samar. Tapi setidaknya, kini Jo sudah memetik buah manis atas keputusanku melakukan etika authorship (yang menurutku) benar.

--

--

Martin Manullang

Lifetime Learner. Write about my restlessness | Computer Engineering Ph.D. student | about me : https://mctm.me