Facebook, Instagram, Whatsapp Down: Obrolan Santai Agak Teknis
“Excuse me sir, is it true that the server (Facebook, inc) is down globally or only in some regions?”
Pertanyaan itu saya dapati ketika saya bangun tadi pagi, dikirim oleh salah satu peserta kuliah yang saya ampu. Ketika membacanya, saya bahkan tidak menyadari perihal apa yang terjadi. Mata bahkan belum sepenuhnya terbuka. Seingat saya pagi ini kami harus bersiap-siap menampung air karena apartemen tempat saya dan istri huni akan melakukan perawatan berkala pipa air bersih. Wajar saja, di negara ini (Taiwan), air kerannya digunakan tidak hanya untuk mandi, tetapi juga untuk minum.
Setelah menampung air untuk keperluan mandi dan kakus, rutinitas berikutnya adalah mengecek kalender, obrolan di pesan singkat, dan bersiap-siap untuk berangkat ke kampus. Barulah saat perjalanan di bus saya membaca berita yang beredar bahwa semalam Facebook, Whatsapp, dan Instagram (serta beberapa aplikasi dibawah Facebook inc.) tidak dapat diakses.
https://www.theverge.com/2021/10/4/22709575/facebook-outage-instagram-whatsapp
Hal ini bukan barang baru. Server outage memang kerap terjadi. Tidak hanya bagi perusahaan teknologi pemula, tapi juga bagi perusahaan sekelas Facebook. Namun ada beberapa hal unik dalam kejadian ini:
Frances Haugen, Si Whistle-Blower
Sehari sebelumnya, Frances Haugen, eks product manager Facebook yang resign di bulan Mei, mengungkapkan sebuah isu terkait kebohongan Facebook pada publik dalam memberantas konten-konten yang berbau kebencian, kekerasan, dan misinformasi.
Sejak beberapa tahun terakhir, perusahaan teknologi yang satu ini kerap diterpa isu miring terkait penggiringan opini dan misinformasi. Bahkan isu ini telah menjadi sebuah dokumenter yang dirilis Netflix di tahun 2020. Berdasarkan testimoni dari eks karyawan platform medsos, jejaring sosial memiliki ancaman yang cukup serius di berbagai aspek kehidupan.
Hal ini juga yang disuarakan oleh Frances Haugen.
The thing I saw at Facebook over and over again was there were conflicts of interest between what was good for the public and what was good for Facebook. And Facebook, over and over again, chose to optimize for its own interests, like making more money.
6 Jam Down = Kerugian 85 Triliun Rupiah
Kira-kira demikianlah prediksi kerugian yang dialami oleh Mark Zuckerberg menurut bloomberg. Penurunan saham pada hari Senin membuat nilai saham Zuckerberg turun menjadi $ 121,6 miliar, menjatuhkannya di bawah Bill Gates pada peringkat ke-5 di Bloomberg Billionaires Index.
Jelas saja, ketika pengguna tidak bisa mengakses laman media sosial favoritnya, iklan pun urung tampil selama kurun waktu tersebut. Imbasnya, pengiklan tidak bisa menampilkan iklannya di laman facebook. Sebuah rentetan proses bisnis yang terhenti sejenak.
Aktivitas Kantor Karyawan Facebook Lumpuh
Bukan cuma itu, dampak konyol lainnya pun menyisir karyawan yang sedang bekerja. Bayangkan ditengah-tengah chaosnya keadaan di kantor mereka. “Ayo sekarang ke ruang rapat, kita punya masalah besar” tutur sang bos. “Maaf pak, tapi kartu akses kami tidak bisa membuka pintu ruangan, kami terkunci di ruang kerja kami masing-masing”. Konyol sekali bukan? Disaat musibah melanda jaringan mereka, ternyata sistem di internal mereka pun lumpuh.
Was just on phone with someone who works for FB who described employees unable to enter buildings this morning to begin to evaluate extent of outage because their badges weren’t working to access doors.
“Yaudah deh, sekarang kalian login ke Facebook, terus kita meeting virtual seluruh divisi”
“Tapi pak, kan Facebooknya tidak bisa diakses”
“Oh iya, ya. Yaudah pakai Whatsapp deh.”
“Pak, Whatsapp juga nggak bisa, kan produknya kita juga”
“Oalah. Yaudah pakai Zoom deh, atau Google Meet”
“Pak, mau login ke wifi kantor aja ini nggak bisa”
Tidak terbayangkan kalau semuanya serba digital, atau bahkan toilet di kantor Facebook pun terkoneksi dengan server mereka, mungkin karyawan yang lagi BAB dan mau flushing kloset aja nggak bisa
Sistem yang lumpuh ini bahkan menyebabkan teknisi jaringan Facebook harus mengunjungi langsung server yang bermasalah secara fisik, yang wajarnya server dapat di remote dari jarak jauh.
Dalang Dari Semuanya
Adalah Border Gateway Protocol (BGP) yang menjadi ulah semua ini. Sebelumnya, jaringan di Facebook melakukan pembaruan BGP secara masif. Pembaruan ini menyebabkan server DNS Facebook tidak dapat dijangkau dari sisi publik.
Masalah dimulai dengan pembaruan BGP yang salah, menghapus informasi routing DNS yang diperlukan Facebook untuk memberikan petunjuk pada jaringan lain untuk menemukan alamat ip dari servernya.
Mengenal Lebih Jauh Tentang BGP
Secara sederhana, BGP bisa diibaratkan sebuah pemandu bagi setiap perangkat yang ingin mengakses Facebook untuk menemukan rute tercepat ke alamat server Facebook. Jika anda berlatar belakang pendidikan di bidang komputer, tentu anda pernah melakukan traceroute.
Secara sederhana, traceroute menampilkan jalur-jalur yang ditempuh dari perangkat yang anda gunakan hingga mencapai server tujuan. Jalur yang ditempuh melewati beberapa lompatan (hops) yang menandakan adanya perpindahan (routing) dari satu jaringan ke jaringan lain.
Hasil yang didapat ketika anda mencoba melakukan traceroute pada satu tujuan di saat ini bisa jadi berbeda saat anda mencobanya di waktu yang lain. Inilah bagaimana BGP bekerja. BGP menuntun request anda untuk mencapai server Facebook dalam waktu sesingkat-singkatnya.
Bedanya Dengan DNS?
Jamil: “Dan, lu tau alamatnya Asep nggak? Gw pengen ngambil laptop gw yang ada di kosan dia nih”
Dani: “Oh, bentar Gw cek di database pegawai. Nih alamatnya, Jalan Bunga Cempaka 3, Nomor 14, Pasar Minggu, Jakarta Selatan”
Jamil: “Oke. Gw naik angkutan umum nih, gw coba tanya Google dulu ya rutenya dari Kelapa Gading ke Pasar Minggu. Hey Google, tunjukkan rute ke Pasar Minggu”
Google: “Ini adalah rute tercepat perjalanan anda berdasarkan kondisi lalu lintas saat ini. Pertama-tama anda harus berjalan sejauh 140 meter dari tempat anda saat ini menuju Boulevard Utara, setelah itu anda naik LRT dari Stasiun Boulevard Utara sepanjang 4 perhentian menuju Velodrome. Setelah itu anda berjalan selama 2 menit menuju halte Pemuda Rawamangun. Naiki bus warna ungu sejauh 9 perhentian dan turun di terminal bus Manggarai. Setelahnya jalan sejauh 6 menit menuju stasiun Manggarai untuk menaiki KRL sejauh 5 perhentian dan turun di stasiun Pasar Minggu”
Sampai di sini dapat diilustrasikan bahwa Dani bertindak sebagai DNS dan Google bertindak sebagai BGP. Dani hanya memberikan alamat lengkap dari Asep. Demikianlah DNS yang berfungsi untuk memberikan alamat IP dari sebuah URL / domain www.facebook.com. Namun, DNS tidak memberikan detail instruksi bagaimana anda dapat menuju ke sana. BGP lah yang memberikan langkah-langkahnya. Perpindahan antar moda transportasi yang ditempuh Jamil dapat diibaratkan sebagai setiap hops yang ditempuh sebuah paket dari user menuju server.
Sementara itu, internet adalah sesuatu yang sangat dinamis. Rute pada internet sangat jauh berbeda dengan rute yang harus ditempuh Jamil. Demikian halnya BGP yang kerap diperbaharui sehingga pengguna dapat sampai ke server Facebook dengan cepat dan tepat. Tentunya anda tidak ingin data BGP yang usang akan membawa anda ke sebuah tempat yang tidak jelas. BGP pun dapat diperbaharui secara otomatis, misalnya dengan algoritma routing untuk mencari jarak terpendek.
Pelajari bagaimana BGP bekerja pada tautan ini
Pada akhirnya kelumpuhan ini bisa teratasi kira-kira 6 jam setelahnya. Namun kerugian yang dialami tampaknya cukup dalam. Entah siapa yang harus disalahkan. Sebagian berspekulasi bahwa ini adalah kejadian yang disengaja. Dunia perjaringaninternetan memang rumit, tapi menyenangkan untuk ditarik ke ilustrasi sehari-hari yang menyenangkan.